Friday, November 28, 2008

Shalat Idul Adha

SHALAT IDUL ADHA

Shalat Idul Adha dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah. Secara prinsip, tata cara pelaksanaannya sama seperti pelaksanaan shalat Idul Fitri. Walaupun ada sedikit perbedaan, yaitu:

1. Tidak sarapan sebelum berangkat
Jika sebelum berangkat shalat Idul Fitri Rasulullah SAW sarapan dahulu maka sebelum shalat Idul Adha, Rasul tidak sarapan dan beliau baru makan sepulang melaksanakan shalat (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

2. Waktu bertakbir
Waktu takbir pada Idul Adha dari subuh hari Arafah sampai petang hari tasyrik, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Berkata Hafizh dalam al-Fath, “mengenai hal ini tidak ada keterangan berupa hadis dari Nabi SAW. Riwayat yang paling sah adalah yang diterima dari para sahabat Nabi SAW, yaitu keterangan dari Ali bin Abi Thalib r.a. dan Ibnu Mas’ud r.a. bahwa permulaannya adalah semenjak subuh hari Arafah sampai Ashar hari terakhir di Mina (riwayat Ibnu Mundzir, dll). Pendapat ini diyakini kebenarannya oleh Imam Syafi’I, Ahmad, Abu Yusuf, dan Muhammad. Demikian pula oleh Mazhab Umar dan Ibnu Abbas.

Kesimpulannya, takbir hari raya Idul Fitri dimulai ba’da subuh (waktu pergi shalat ied) hingga imam khutbah. SEdangkan takbir Idul Adha dimulai dari subuh hari Arafah sampai terakhir di Mina (9, 10, 11, 12, & 13) Dzulhijjah.

3. Menyembelih Kurban
Selesai melakukan shalat Idul Adha, Rasulullah SAW menyembelih kurban. Penyembelihan ini harus dilaksanakan setelah shalat Idul Adha pada tanggal sepuluh Dzulhijjah sampai tiga hari berikutnya, yaitu pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Menyembelih kurban bagi orang-orang yang mampu hukumnya Sunnah Muakkadah (sunah yang harus diprioritaskan untuk dikerjakan) (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Pilihlah binatang kurban yang sehat dan gemuk, jangan yang sakit, cacat (buta, pincang, dll.), atau yang sangat kurus (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadis ini sahih hasan).

Satu binatang kurban sudah dianggap mencukupi satu rumah tangga. Artinya, kalau kepala keluarga sudah berkurban, itu dianggap sudah memadai untuk seisi rumah. Namun kalau dalam satu keluarga ada beberapa yang ingin berkurban, tentu ini lebih utama, misalnya yang kurban bukan hanya suami, tetapi juga istri dan anak-anaknya (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Orang yang berkurban boleh mencicipi daging kurbannya, walaupun yang paling utama seluruhnya diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Kurban boleh didasarkan secara berserikat, apabila jenis binatangnya besar
Seperti sapi, unta atau kerbau (HR. Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi). Maksudnya, satu unta atau satu sapi biayanya boleh dipikul oleh tujuh orang. Keterangan ini menunjukkan batas maksimal, artinya boleh juga dipikul kurang dari tujuh orang, bahkan hal itu akan lebih baik karena saham ibadah masing-masing menjadi lebih besar.

Apabila kita berniat berkurban, disunahkan tidak memotong kuku dan rambut sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga binatang kurban itu disembelih (HR. Muslim). Hal ini bukakn menunjukkan syarat sahnya kurban, tetapi sifatnya hanya anjuran (sunah), artinya kalaupun kita memotong rambut atau kuku (padahal sudah berniat berkurban), kurbannya tetap sah.



Sumber:
Agenda Percikan Iman 2008, Panduan Ibadah

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home